Sunday, 18 November 2012

Pohon Seho : Penjaga Wadah Hidup

Sebuah Pemaknaan Filosofis Tentang Tana' dan Tou Minahasa


Oleh : Kalfein M. Wuisan*
Pohon aren atau lebih dikenal di tanah Minahasa dengan pohon Seho, memiliki peran dan fungsi yang begitu penting dalam eksistensi tou serta tana’ Minahasa. Peran yang dimaksud berkaitan dengan eksistensinya dalam peradaban Minahasa sejak zaman dulu sampai sekarang. Tak heran maka tou dan tana’ Minahasa begitu dekat dan akrab dengan tumbuhan ini. Di sebagian tempat di tanah Minahasa, banyak orang sukses dan berhasil oleh karena ‘hasil’ dari pohon seho. Bahkan hubungannya dengan menjaga alam dari bencana, peran pohon seho sangatlah penting. Hal ini akan membantah isu yang menyatakan pohon seho sebagai ‘pembawa bencana’ seperti rumor bahkan pemikiran yang sengaja ditimbulkan oleh oknum tertentu dengan maksud tertentu untuk menguasai tou dan tana’ Minahasa ini.
Pohon seho dalam bahasa tana’ Minahasa disebut a’ kel yang berarti ‘pelindung wadah hidup’ atau ‘penjaga wadah hidup’. Dari arti namanya secara harafiah tentu setiap orang bisa mendefinisikan maknanya. Orang tua di tana’ Minahasa memiliki alasan tersendiri ketika menyebut atau menamakan pohon aren (istilah Indonesia) dengan a’ kel. Kata ini dipakai sebagai sebuah pemaknaan yang mendalam berkaitan dengan eksistensi hidupnya dengan tana Minahasa sendiri. Pohon seho begitu dekat dengan hidup tou Minahasa sejak zaman dulu sampai sekarang. Dikarenakan hasil bahkan bagian dari pohon seho digunakan dalam aktifitas hidup sehari-hari maupun dalam praktek ‘religi tua’ Minahasa.
Pohon seho merupakan jenis tumbuhan dari family palem. Tingginya sekitar 30-40 m dengan diameter 40-50 cm.  Biasanya hidup di dataran tinggi. Karakteristik pohon seho antara lain berakar serabut seperti jenis tumbuhan palem lainnya. Batangnya memilki dua lapisan yaitu kulit keras di bagian luar kemudian bagian dalam yang menghasilkan sagu. Pada bagian kulit kerasnya, dibungkus serabut hitam seperti rambut yang disebut ijuk atau dalam bahasa tana disebut ‘gomutu’. Gomutu sering digunakan sebagai atap ‘sabuah’ di kebun atau juga pada rumah penduduk Minahasa. Bisa juga digunakan untuk membuat tali serta sapu dari gomutu terpilih. Gomutu yang membungkus pohon terdapat lidi-lidi yang melekat pada rambutnya. Lidi ini biasa disebut mumu’ itam. Lidi-lidi ini biasa digunakan oleh para Tonaas dalam praktek religi tua atau digunakan untuk me’naweng’ sesuatu. Bagian pelepah dan daunnya hampir sebentuk dengan yang dimiliki pohon kelapa namun pohon seho memilki karakterisitik lain. Pelepahnya tidak menempel tetapi membungkus pada pohonya sehingga tidak mudah jatuh seperti pada pohon kelapa. Daunnya berwarna kuning ketika masih muda dan berwarna biru tua ketika sudah dewasa. Daun yang masih muda biasa digunakan untuk menghiasi acara-acara pesta syukuran di Minahasa. Daunnya yang sudah tua biasa digunakan sebagai dinding di sabuah-sabuah di perkebunan di Minahasa. Tulang daun (lidi) yang sudah tua biasa diambil untuk dijadikan sapu lidi karena karakteristiknya lebih keras dan lebih bagus dari lidi pohon kelapa. Seperti jenis palem lainnya, pohon seho memiliki buah dari beberepa tandan yang muncul dari ketiak pelepahnya. Jenis buahnya dikelasifikasikan dua yaitu, buah jantan dan betina yang disebut pusu’. Buah jantan (bah.tana’ = pulinca) memiliki ukuran yang lebih besar daripada betina. Dari buahnya yang sudah tua dihasilkan kolang-kaling. Kemudian tandan buahnya juga biasa digunakan untuk menghias acara pesta.
Dari tandan buahlah disadap dan dihasilkan air nira atau aren yang disebut saguer atau dalam bahasa tana’ disebut ‘upe’. Adapun aktivitas petani dalam menyadap aren disebut ‘batifar’ atau kata dalam bahasa tana ‘Keet’ (Kemeet=batifar). Air nira yang manis dijadikan bahan untuk diolah menjadi gula aren atau gula merah atau gula batu. Sedangkan air nira yang sudah asam dan difermentasi selama 2-3 hari merupakan bahan baku untuk diolah menjadi alkohol atau cap tikus. ‘Cap tikus’ yang diolah dari air nira oleh petani cap tikus kemudian dijual kepada penampung untuk selanjutnya dibawa ke perusahaan yang membuat minuman dengan bahan captikus. Para petani captikus biasanya menggunakan cap tikus dengan kadar tinggi untuk dijadikan obat. Biasanya captikus yang dijadikan obat dicampur dengan tumbuh-tumbuhan (akar,umbi,batang tanaman) kemudian disimpan bersama dalam satu botol campuran. Campuran cap tikus ini biasa disebut pina’raci. Dari hasil penjualan cap tikus-lah para petani bisa menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Sehingga tak heran di tana Minahasa banyak orang yang berhasil hanya karena hasil dari pohon seho. Namun ironisnya ada banyak orang yang justru mencoba memusnahkan pohon seho dari tana ini.
Pohon seho sebagai pohon yang tumbuh di semua tampat di tanah Minahasa berfungsi menjaga air dan tanah. Akarnya yang banyak berfungsi menyimpan air serta menahan tanah dari longsor. Kebanyakan pohon seho tumbuh di dataran tinggi di tanah Minahasa. Tak heran banyak ‘orang gunung’ yang berprofesi sebagai tukang keet atau petani cap tikus serta gula merah seperti di daerah Motoling dan Tareran.  Pada pohon seho pun hidup berbagai jenis hewan yang biasa dikonsusmsi masyarakat seperti Tikus (Tangkomot) dan sejenis Kuse (Te’bung).
Pohon seho sebagai penjaga, menjaga alam dari bahaya bencana dikaitkan dengan fungsinya menjaga tanah. Daratan Minahasa yang berbukit bukit membuat pohon seho cocok untuk tumbuh dan melakukan perannya sebagai penjaga tanah. Fungsinya juga adalah menyimpan air. Karena akarnya yang begitu banyak sehingga pohon seho juga banyak tumbuh di sekitar mata air.
Manfaat pohon seho memang sangat banyak. Mulai dari akar sampai daunnya mengandung kegunaan penting bagi tou Minahasa. Sehingga tak mengherankan apabila pohon seho sangat akrab bagi kehidupan di tana Minahasa. Bisa dibayangkan ketika pohon seho ditanah ini dimusnahkan. Apa yang akan terjadi dengan kondisi alamnya. Tanah longsor dan kekeringan pasti akan terjadi. Selain itu pula tou Minahasa yang hidup dari hasil pohon seho akan sangat sulit untuk hidup. Bukan persoalan orang di tanah ini tidak bisa hidup tanpa pohon seho namun adannya hubungan erat dan kebutuhan akan pohon seho di tanah ini. Seperti arti namanya, pohon seho di berikan oleh Apo Kasuruan Wangko sebagai penjaga. Penjaga dalam artian menjaga tanah ini dari bencana. Menjaga tou di tanah ini dari kelaparan dan kesusahan. Sebab dari pohon ini banyak yang bisa diambil dan dipergunakan untuk hidup. Pohon seho tumbuh subur di tanah ini bukan hanya kebetulan semata tetapi merupakan anugerah dari Amang Kasuruang. Kondisi tou dan tana’ Minahasa membuat pohon seho sangat pantas hidup di tanah ini. Karena itu upaya menjaga eksistensi pohon seho merupakan upaya menjaga eksistensi Tou dan tana’ Minahasa.
Mencermati kondisi sekarang ini, ada begitu banyak upaya menghegemoni untuk mengeksploitasi tou dan tana’ Minahasa.  Cara-cara yang dilakukan antara lain dengan memisahkan bagian hubungan kehidupan tou Minahasa dengan alam yang menghidupinya. Sebab di dalam tanah ini tersimpan berbagai sumber hasil bumi seperti emas, gas dan minyak bumi. Sedangkan di atas tanah tumbuh tumbuhan (se’ menonow) yang memberi hidup tou Minahasa seperti antara lain pohon seho . Tanah di mana pohon seho tumbuh tersimpan berbagai hasil bumi tersebut. Bisa disimpulkan ketika ada oknum yang ingin menguasai tou dan tana’ ini demi mengeksploitasi hasil buminya, mereka harus memusnahkan dulu hubungan tou Minahasa dan pohon seho.  Karena itu banyak wacana dan stigma yang dibangun kepada para petani captikus untuk meninggalkan pohon seho. Ketika pohon seho di tinggalkan tou Minahasa maka dengan mudah pohon seho dimusnahkan. Kemudian tanah dimana pohon seho tumbuh akan dieksploitasi hasilnya. Bayangkan saja ketika semua pohon seho dimusnahkan. Apa yang akan terjadi dengan tanah dan air? Kegersangan, longsor dan kekeringan! Apa yang akan terjadi dengan tou Minahasa yang bergantung pada pohon seho? Buruh pabrik dan budak!
Fungsi pohon seho sebagai penjaga wadah hidup adalah persoalan filosofis bukan denotatif semata. Eksistensinya selama ini bagi tou dan tana’ Minahasa telah menunjukan perannya sebagai penjaga yang diberikan Amang Kasuruan Wangko. Menjaga eksitensinya adalah juga menjaga peradaban Minahasa dan menjaga kehidupan tou serta tana’ Minahasa.

*Akademisi, Pegiat Mawale Movement.

Pohon Seho : Penjaga Wadah Hidup Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 comments:

Post a Comment