Kisah 'Siouw Kuruz' dan Air Terjun Tumimperas
Pemandangan hijau nan teduh dan keindahan air terjun yang gagah adalah salah satu sketsa dalam mimpi kita yang mungkin belum pernah terwujud. Namun, bayangan sketsa itu bisa terlukis nyata saat kita menikmati salah satu titik keindahan tanah Minahasa di air terjun yang dikenal dengan nama "Tumimperas".
Air Terjun Tumimperas berada di Wanua (desa) Pinaras yang terletak di ujung Selatan Kota Tomohon . Titik Wanua Pinaras sekitar 8 km dari pusat kota Tomohon dan dapat dijangkau dengan mudah dengan kendaraan roda empat. Hanya dalam waktu 10 menit dari pemukiman penduduk Pinaras, kita sudah bisa mencapai dasar air terjun ini dengan melewati ratusan anak tangga ke bawah.
Air Terjun Tumimperas tidak hanya menyimpan eksotisme tanah Minahasa tapi juga legenda menarik yang masih dipegang masyarakat setempat hingga kini.
“Kata Tumimperas berasal dari bahasa Tombulu ‘ba timperas’, karena air dari atas jatuh ke bawah terkena batu kemudian terpencar, sehingga disebut ba timperas,” kata Meylita Ering M.Teol, salah seorang tokoh muda Pinaras.
Menurut Ronny Wenur, alkisah pada zaman dahulu ada seorang yang dikenal dengan Siouw Kuruz (Bahasa Tombulu: Siouw: Sembilan, Kuruz: Lutut), dan menyebut dirinya dengan “rehen wanua” (rehen: pagar, wanua: kampung) Pinaras. Menurut cerita, hanya dengan 9 langkah maka ia akan tiba di Tondano.
“Suatu ketika, pada waktu Siouw Kuruz tidur, ada musuh dari Selatan datang menantang untuk berkelahi dengannya. Siouw Kuruz tidak ingin bangun, tetapi musuh itu terus mengganggunya, sehingga bangunlah ia dan bangkitlah amarahnya sampai musuh itu lari. Karena marahnya terhadap musuh itu maka dengan sekuat tenaganya ia menyentakkan kakinya ke tanah hingga terjadilah lembah yang dalam dan membentuk tumit kaki. Melalui lembah itu maka air sungai yang mengalir, akhirnya jatuh tinggi ke bawah, itulah yang disebut sekarang dengan Air Terjun ‘Tumimperas’ Pinaras,” terang Wenur.
Sentakkan kaki dari Siouw Kuruz juga mengakibatkan posisi tanah dari lembah Air Terjun “Tumimperas” menanjak ke atas sampai di daerah ”kentur” (kentur ada di bagian Sendangan: timur Pinaras).
Tahun 1983, penduduk setempat yang bernama Ronny Wenur dan Marthin Luther Ering (alm) pernah mengukur air terjun tersebut dan mendapti tingginya 57 meter dengan luas 120 meterpersegi. Dasar air terjun ini bisa ditempuh melalui anak tangga dengan kejauhan 80 meter.
Kini, sepanjang jalur untuk menuruni Air Terjun Tumimperas, telah dibangun sejumlah pondok hias yang bisa menjadi tempat rekreasi atau sekedar beristirahat dari para pengunjung lokasi wisata ini. Sambil beristirahat sejenak, pemandangan alam yang indah bisa dinikmati. Sangat indah, apalagi saat sunset.
“Dahulu, sejak zaman pemerintahan Hukum Tua Wim Soleman Tulung, Julius Ering, Hans Tamuntuan dan sampai pada masa Lurah Justus Moningka, masyarakat Pinaras sudah mebangun tangga beton menuju air terjun. Kita juga membuat berbagai fasilitas penunjang berupa pondok tempat berteduh untuk para pengunjung,” ujar Wenur.
Sejumlah memoar orang-orang Eropa yang berkunjung ke Tomohon sejak tahun 1800-an menyebutkan, Air Terjun Tumimperas ternyata telah menjadi salah satu primadona masyarakat untuk berwisata. “Dahulu, orang-orang Belanda dan para siswa di zaman Belanda, sudah sering datang ke Air Terjun Tumimperas untuk berwisata. Sejumlah fasilitas penunjang sempat dibangun di zaman Gubernur Sulut Gustaaf Mantik. Di zaman Gubernur Mantik, objek wisata Air Terjun Tumimperas diresmikannya pada 12 Mei 1983. Sayang memang, sekarang belum ada perhatian serius dari pihak pemerintah untuk terus memfasilitasi objek wisata ini. Padahal sangat potensial,” terang sejarawan muda Minahasa, Bodewyn Talumewo.
Foto: Guru dan para siswa yang sedang berwisata di Air Terjun Tumimperas pada tahun 1935.
0 comments:
Post a Comment